Suatu ketika sepupu saya yang berasal dari timur indonesia datang ke jakarta sekitar tahun dua ribuan awal, ia yang tidak fasih dan lancar berbahasa indonesia menginap di rumah saya di bilangan jakarta selatan. Ketika kami tanya apa tujuannya, ia hanya bisa mengucapkan hti, hti.
Owalah ternyata dia datang dari jauh mau hadir di senayan acara seminar internasional atau apapun namanya lah semacam show of ekspresi ilegal mereka.
Gencarnya paham khilafah di indonesia merupakan akses dari terbukanya kebebasan berekspresi dan berpendapat, semacam euforia beragama yang memanfaatkan semangat dan ghirah keagamaan masyarakat pasca reformasi.
Jika bicara tentang euforia kebebasan berpendapat itu memang hak warga negara dan diatur dalam undang undang.
Pasca lengsernya orde baru yang notabene tangan besi dan status quo terutama dalam mengatasi instabilitas keamanan diakui membatasi hak dan kebebasan berekspresi kelompok 'islam' yang bungkam atau bahkan dibungkam untuk berbicara dan menemukan kesempatan untuk menyuarakan ekspresi keberagamaan dalam interpretasi mereka. Keberagamaan dengan interpretasi subyektif dan menyalahi konsep negara bangsa(nation state). .
Padahal negara manapun di dunia ini semua memiliki konsep negara yang baku dan disepakati semua kalangan di negara tersebut.
Lha ini kok ada firqoh atau anasir asing berkedok agama, ingin menawarkan sistem interpretasi mereka yang rapuh ke ruang bernegara kita yang mapan.
Bagi mereka yang minim wawasan kebangsaannya mungkin akan dengan mudah dan latah mengikuti setiap propaganda dan agitasi kelompok beratribut agama, secara psikologis karena ada kesamaan identitas jadi mereka masuk terjebak ke dalam ruang sempit yang lebih sempit dari agama itu sendiri yang padahal bersifat universal/luas, hal ini tentunya akibat menguatnya ghirah keagamaan tadi mereka tidak punya benteng akidah atau pemahaman wawasan kebangsaan yang kuat.
Namun bagi kita yang kuat wawasan kebangsaan tentunya sudah ngeh, bahwa ini hanya akal akalan untuk merusak konsep negara bangsa yang sudah mapan. Kita yakin bahwa negara ini sudah final karena hasil kesepakatan. Mereka para outsider kudu tahu bahwa ketika memasuki negara madinah, rasulullah saw tidak memaksakan kehendak semua harus seragam dalam satu agama atau suku tertentu. Namun rasul suci membuat kesepakatan dengan semua anasir dan dan kalangan yang ada di sekitar madinah yang dahulu bernama yatsrib(piagam madinah), bahwa ini adalah negara madinah, negara berperadaban, negara kesepakatan yang tidak memaksakan kehendak, tidak subjektif apalagi ekslusif.
Disinilah nabi membuat kesepakatan bersama suku suku dan agama yang berbeda untuk sama sama menyepakati bahwa mereka ini satu bangsa, yaitu bangsa madinah, suatu bangsa yang multikultural berbeda namun satu. Suatu negara yang menjadikan agama sebagai sumber nilai dan kebangsaan-persatuan sebagai kiblat kebudayaan. Luar biasa!!
Bahkan ilmuwan barat mengakui bahwa konsep negara madinah adalah konsep negara bangsa modern yang pertama dalam sejarah, karena ketika bangsa dan negara lain tengah hidup dalam ketidak beradaban, rasulullah dengan konsep negara Madinahnya tengah menyusuri arah menuju bangsa yang beradab, bangsa yang tidak ekslusif, bangsa yang terbuka, bangsa yang mengakui dan menghormati persamaan hak dan derajat, bangsa yang baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur, gemah ripah lohjinawi, toto tentrem kerto raharjo..!
Jika tidak mau limbung dihajar disintegritas, edukasi generasi muda dan ajarkan pada anak didik kita, berikan penguatan paham kebangsaan dengan menjadikan agama sebagai sumber nilai sama halnya kita bersyariah dan falsafah kebangsaan sebagai kiblat kebudayaan sama halnya kita menegakkan khilafah, yaitu khilafah madinah 'ala minhaji nubuwwah..!! ✊✊
#Alwi Sahlan
Pegiat sosial-pendidikan, alumni magister PPkn STKIP Arrahmaniyah Depok.